Konflik Puncak 2000, Penyelenggara Negara tak Terpengaruh Aksi Murahan

Editor: susilo author photo
Bagikan:
Komentar
Kuasa hukum PT BUK Rita Wahyuni SH.

PENGAWAL | MEDAN - Manajemen PT Bibitunggul Karobiotek (BUK) meyakini,  unsur Penyelenggara Negara tidak akan terpengaruh terhadap aksi aksi murahan segelintir warga Desa Suka Maju, Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo, yang mengaku menjadi korban kriminalisasi.

Bahkan, unsur Penyelenggara Negara juga tidak akan begitu saja menanggapi tudingan warga, bahwa PT BUK menyerobot kawasan hutan produksi di Puncak 2000.

“Harus dipahami, asas asas pemerintahan yang baik itu adalah berpijak dan bersandar terhadap peraturan dan perundang undangan. Dalam mengambil sikap, Penyelenggara Negara tidak akan bisa ditekan melalui aksi aksi murahan segelintir warga Desa Suka Maju di beberapa tempat di Jakarta,” ujar Kuasa Hukum PT BUK, Rita Wahyuni SH,dalam konferensi pers, Selasa (28/06/2022).

Sampai saat ini, ujar Rita, para oknum yang diduga aktor intelektual di balik sengketa lahan di Puncak 2000 Siosar, tidak pernah dapat membuktikan tudingan mereka di mata hukum.

“Sejumlah putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, berpihak terhadap PT BUK selaku pemilik lahan seluas 302 hektar di Puncak 2000," ujar Rita.

Seluas 302 hektar tersebut masing-masing,  HGU No 1/1997 di Desa Kacinambun (89,5 Ha), PHGR (Peralihan Hak Ganti Rugi) seluas 103,5 Ha di Desa Kacinambun dan PHGR seluas 109 Ha di Desa Suka Maju.

Rita mengungkapkan beberapa fakta putusan pengadilan, yang berpihak terhadap PT BUK, misalnya putusan Mahkamah Agung No 169/K/TUN 2022, terkait gugatan Prada Ginting dan Lloyd Ginting Munthe terhadap Kepala Kantor Pertanahan Karo serta PT BUK.

Fakta ini, lanjut Rita, berbanding lurus dengan putusan PN Kabanjahe, yang menjatuhkan sanksi pidana terhadap Elisabeth Melinda,  terkait pengrusakan tanaman milik PT BUK di Puncak 2000.

“Terkait bentrokan antara pekerja PT BUK dan warga Desa Suka Maju, di Desa Kacinambun beberapa waktu lalu, terjadi karena sikap pembelaan diri karyawan PT BUK yang diserang oleh warga Desa Suka Maju, yang diduga dipimpin Simon Ginting dan Intan Sembiring. Jadi itu bukan kriminalisasi," jelasnya.

Kriminalisasi itu, sambungnya, proses yang memperlihatkan perilaku yang semula tidak dianggap sebagai peristiwa pidana, tetapi kemudian digolongkan sebagai peristiwa pidana.

“Kriminalisasi itu, umumnya ditujukan kepada penyelenggara negara. Nah, kalau  warga Desa Suka Maju itu menjadi korban kriminalisasi, unsur penyelenggara mana yang melakukan itu? Jangan asal tuding, karena hal itu bisa berdampak terhadap warga yang tidak mengerti apa-apa," paparnya.

Rita kembali mengingatkan kepada warga Desa Suka Maju, yang turut melakukan aksi di beberapa di Jakarta, agar tidak terpengaruh dengan provokasi oknum oknum tertentu.

Rita juga mengaku heran, begitu ngototnya oknum oknum tersebut mendesak pemerintah mencabut HGU PT BUK, hanya karena opini “indikasi terlantar”.

“Bahasanya saja indikasi, bukan sesuatu yang pasti. Mengapa mereka terlalu memaksakan kehendaknya. Tentunya hal itu memunculkan sinyalemen, ada sesuatu yang tidak beres di balik desakan tersebut," ujar Rita.

Rita tegas mengingatkan, BPN dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sudah jelas menyatakan lahan seluas....ha di Puncak 2000 adalah milik PT BUK dan tidak masuk dalam kawasan hutan.

“Sesungguhnya hal tersebut sudah bersifat final. BPN dan KLHK memutuskan hal tersebut, tentunya sudah berdasakan peraturan dan perundang undangan yang berlaku," tutup Rita. (sus)

Baca Juga
Bagikan:
Pengawal.id:
Berita Terkini
Komentar

Terkini