5 Ketentuan Hukum Indonesia Bagi Pelaku Penyimpangan Seksual

Editor: Taufik
Bagikan:
Komentar
cover | pengawal.id/taufik
PENGAWAL.ID - Kasus asusila dan penyimpangan seksual menjadi permasalahan serius di Indonesia, pemahaman edukasi tentang seksualitas pada remaja sangat minim sehingga mereka rentan mengalami kekerasan dan penyimpangan seksual.


Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak (KNPA), Arist Merdeka Sirait mengungkapkan para pelaku asusila terhadap anak di bawah umur dapat dijerat dengan ketentuan pasal 81 dan 82 Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman maksimal 15 tahun pidana penjara.

Tersangka dapat dijerat dengan ketentuan UU No. 17 tahun 2016 tentang perubahan ke II dari Undang-undang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman tambahan Kebiri (kastrasi) dengan cara suntik kimia.

"Jika terdapat bukti bahwa kejahatan seksual dilakukan dengan cara berulang-ulang terhadap banyak korban, maka tersangka dapat juga dijerat dengan ketentuan UU No. 17 tahun 2016 tentang perubahan ke II dari Undang-undang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman tambahan Kebiri (kastrasi) dengan cara suntik kimia," jelas Arist beberapa waktu lalu.

Namun, di Indonesia segala perilaku yang berkaitan dengan seksual sering dianggap tabu dibicarakan. Akibatnya, pemahaman terkait seksualitas pada anak dan remaja menjadi sangat kurang sehingga mereka rentan mengalami kekerasan dan penyimpangan seksual.

Namun segala bentuk perilaku asusila dan penyimpangan seksual yang melanggar hukum dan norma-norma sosial tersebut sudah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Berikut lima ketentuan Hukum Indonesia bagi para pelaku penyimpangan seksual yang dirangkum Pengawal.id, Kamis (18/4/2019).

[cut]
ilustrasi
1. Incest.

Penyimpangan seksual ini lebih cenderung untuk melakukan hubungan seksualitas dengan sesama anggota keluarga.

Hal ini biasanya meliputi aktivitas seksual antara orang-orang dalam kerabat hubungan se-darah.

Penyimpangan seksual juga berkaitan dengan afinitas, seperti individu yang sama rumah tangga, keluarga tiri , yang berkaitan dengan adopsi atau pernikahan serta anggota keluarga keturunan.

Tindakan penyimpangan seksual ini sudah diatur dalam Pasal 294 KUHP dengan hukuman penjara paling lama 7 tahun.

[cut]

ilustrasi
2. Necrophilia/Necrofit.

Penyimpangan seksual ini melakukan hubungan intim dengan mayat. Hal ini dilakukan dengan cara merusak atau membongkar kuburan objek seksual yang masih baru, lalu menjadikan mayat sebagai objek seksualitas.

Pelaku bisa dikenakan hukum dengan pasal berlapis yakni Pasal 286 KUHP tentang perkosaan dan Pasal 179 KUHP tentang perbuatan menghancurkan, merusak (property) sesuatu milik orang lain.

[cut]

ilustrasi | ist
3. Fetishisme.

Penyimpangan seksual ini sangat berbeda, pasalnya menyalurkan hasrat seksualnya dan mendapat kepuasan dari benda tertentu milik orang lain seperti pakaian dalam misalnya.

Tindakan ini termasuk dalam kasus pencurian, sesuai dengan Pasal 362 KUHP pelaku diancam hukuman penjara maksimal 5 tahun.

[cut]

ilustrasi | ist
4. Frotteurisme/Ekshibisionisme.

Penyimpangan seksual perbuatan menunjukan atau menggosok-gosokan alat 'kelamin' ke tubuh wanita di tempat umum adalah ciri penderita penyakit ini.

Hal tersebut pastinya sangat mengganggu ketertiban umum. Lantas masalah ini juga sudah diatur dalam KUHP sesuai Pasal 281 dengan ancaman hukuman penjara paling lama 2 tahun 8 bulan.

[cut]

ilustrasi | ist
5. Pedophilia

Penyimpangan seksual ini mendapat kepuasan seks bila melakukan hubungan intim kepada anak kecil yang di bawah umur.

Kasus ini sering terjadi pada dunia pendidikan di Indonesia yang tentunya dilakukan oleh guru terhadap anak didiknya.

Perilaku seksual tak bermoral ini bisa dihukum dengan ancaman penjara 9 tahun sesuai Pasal 287 KUHP.
Baca Juga
Bagikan:
Pengawal.id:
Berita Terkini
Komentar

Terkini