![]() |
Pemandangan salah satu sudut Kota Natal dari atas perbukitan dengan latar belakang Samudera Hindia. |
KOTA Natal di Mandailing Natal, Sumatera Utara menyimpan kejayaan masa lampau. Tak hanya kejayaan perdagangan, tapi juga kegemilangan sejarah sebagai pusat pemerintahan dan pendidikan Islam di wilayah Pantai Barat Pulau Sumatera.
Sebagai pusat pendidikan Islam, Natal memiliki banyak ulama kharismatik yang terkenal hingga manca negara. Bahkan ada di antaranya yang menjadi guru di Makkah.
Namun pada masa awal penyebaran agama Islam, ada dua ulama masyhur di Natal. Keduanya adalah Syech Abdul Fattah dan Syech Abdul Malik.
Keduanya adalah guru dan murid yang menjadi peletak dasar pengembangkan islam dan banyak melahirkan murid masyhur hingga negara tetangga seperti Malaysia, bahkan Makkah.
Namun jauh sebelum itu, Natal memiliki akar sejarah tua yang berawal pada abad pertama masehi. Pada masa itu telah berdiri kerajaan Batak yang diambil dari kata Pa'ta dan berkedudukan di Batahan, sekitar Kota Natal sekarang.
Agama yang dianut orang Batak adalah Parmalim, di mana pemimpin agama malim bertindak sebagai penasehat pemerintah. Raja Batak ketika itu bernama Raja Jolma dengan penasehat Raja Malim.
Namun menurut catatan sejarah, baru pada abad ke-8 masehi agama islam berkembang di Natal, setelah berdiri kerajaan Rana Nata. Salah satu rajanya bernama Rajo Putieh disebut-sebut merupakan orang Persia. (Ahmad Arif/Harian Kompas edisi 16 Desember 2005).
[CUT]
![]() |
Tim Napak Tilas berfoto dengan latar belakang sun set di Pantai Natal. |
Kota Pemerintahan
Natal memiliki akar sejarah masa lampau, tak bisa dipungkiri. Baik berdasarkan fakta sejarah maupun fakta masa kini. Fakta sejarah menyebutkan sejak abad 1 masehi, Natal telah menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Pa'ta (Batak). Hingga abad 10 M, kerajaan Batak telah mencatat kemajuan gemilang dan ditandai dengan lancarnya hubungan dagang dengan kerajaan Ming di China dan Kerajaan Cola di India.
Peradaban Batak saat itu sangat tinggi dengan berdirinya perguruan tinggi Parmalim yang terletak di Gunung Tua dan pelabuhan Barus (Barousai) sebagai pusat perdagangan. Fakta ini tercatat di peta kuno yang dibuat Claudius Ptolomeus seorang gubernur jendral kerajaan Yunani pada abad 2 M.
Di masa kolonialisme, Natal juga memiliki peran yang sangat penting sebagai kota pelabuhan. William Marsden dalam bukunya The History of Sumatera yang terbit di London tahun 1788 menyebutkan, Natal adalah basis yang nyaman untuk berdagang dengan Aceh, Riau dan Minangkabau.
Pada situs-situs di internet menyebutkan bahwa dahulu Natal adalah kota pelabuhan penting di muara Batang (Sungai) Natal, tempat berlabuh kapal-kapal besar.
Semua itu membuat Natal jadi kota yang padat dan makmur. Daerah ini juga memiliki emas yang sangat baik-hingga kini, sejumlah penambang emas tradisional masih bisa ditemui di Batang (Sungai) Natal maupun di kawasan hutan sekitar Natal. Fakta masa kini juga memperkuat fakta sejarah itu.
Setelah mengalami beberapa kali perubahan pemerintahan dan pemekaran, Natal juga memiliki peran strategis dengan berdirinya mess Pemprov Sumut dan mess Pemkab Mandailing Natal.
[CUT]
Pusat Pendidikan
Agama Islam berkembang di Madina (Mandailing Natal) melalui ulama-ulama sufi. Para ulama di daerah ini ada yang belajar di Pantai Barat dan Pantai Timur, kemudian mereka mengembangkan agama Islam di Natal dan Mandailing.
Batara R Hutagalung dalam makalahnya yang disampaikan pada Seminar “Perang Paderi, 1803 – 1838. Aspek Sosial Budaya, Sosial Psikologi, Agama dan Manajemen Konflik” tahun 2008 lalu menyebutkan Natal sudah menjadi pusat pendidikan jauh sebelum pergerakan Paderi di Minangkabau.
“Reputasi Natal sebagai pusat perguruan Islam di Pantai Barat Mandailing telah dibuktikan oleh Tuanku Lintau, tokoh legendaris Paderi yang belajar agama Islam di Natal, sebelum ia menceburkan diri dalam gerakan Paderi,” ungkap Batara Hutagalung di makalah itu. Makalah itu diarsipkan pada Arsip Nasional RI pada 22 Januari 2008.
Bahwa Natal di Pantai Barat Mandailing sebagai tempat pertama Tuanku Lintau menimba ilmu agama Islam memperjelas Natal telah menjadi pusat pendidikan. Bahkan juga bisa menepis anggapan perang Paderi bukanlah gerakan Islamisasi di Mandailing. Karena berabad sebelum timbulnya gerakan Paderi, ulama-ulama sufi telah mengajarkan agama Islam kepada orang Mandailing dan Natal.
Seperti apakah perkembangan Islam di Natal? Ikuti dalam tulisan berikutnya. (bersambung)