PENGAWAL.ID | MEDAN - Aktifis lingkungan hidup Budaya Hijau Indonesia (BHI), Bathara menyayangkan terjadi pencemaran lingkungan di kawasan laut Belawan.
"Saya menyayangkan tumpahnya minyak Marine Fuel Oil (MFO) di perairan laut Belawan sehingga banyak sekali yang dirugikan terutama nelayan tradisional," ucap Bhatara, Selasa (23/1/2024).
Dalam hal ini sambung Bathara, seharusnya Kantor Otoritas Pelabuhan Utama Belawan cepat mengambil sikap agar pencemaran limbah minyak tak menyebar luas di kawasan laut Belawan.
"Salah satu tugas Otoritas Pelabuhan Utama Belawan adalah melakukan pengawasan Pelabuhan. Ini koq... Bisa kecolongan," singgung Bathara.
Disinggung terkait sanksi terhadap pencemaran, sengaja atau pun tidak, pelaku pencemaran harus diberikan sanksi tegas, sehingga dikemudian hari pencemaran tak terulang kembali.
"Undang-undang telah jelas mengatur kalau terjadi pencemaran. Sengaja atau tidak pelaku pencemaran tetap diberikan tindakan tegas," ungkap Bathara.
Bahkan bahaya pencemaran lingkungan akibat tumpahan minyak di kawasan hutan Mangrove Belawan berdampak kepada seluruh nelayan kecil.
"Perlu jangka waktu lama untuk mengembalikan ekosistem di dalam hutan Mangrove agar seperti semula. Mungkin bisa 3 tahun, lamanya" jelasnya.
Lebih lanjut, pencemaran minyak membuat proses rantai makanan di dalam hutan Mangrove menjadi tertanggu karena biota laut enggan berkembang dengan alam yang tercemar.
"Pencemaran minyak membuat elang brontok tak bisa mendapatkan makanan seperti ular, biawak, ikan dan burung-burung kecil karena lokasi hutan Mangrove berbau minyak dan panas," tutur Bathara.
Diketahui nelayan yang paling terdampak dari limbah minyak MFO adalah nelayan jaring kepiting, bubu kepiting, bubu pancang, jala udang, rawe senangin, jaring seloncong, jaring gulama, jaring belanak, bubu alur, jaring senangin dan belat.(chan)