PENGAWAL.ID | MEDAN – Tindakan Polsek Medan Labuhan yang sempat menahan MS (16), pelajar SMU asal Desa Helvetia, Kecamatan Labuhan Deli, dalam kasus dugaan tawuran, menuai sorotan tajam, Selasa (27/5/2025).
Ketua DPD Pemuda Demokrat Indonesia Sumatera Utara, Drs. Rafli Tanjung, menilai langkah tersebut gegabah dan tidak mencerminkan pemahaman yang baik terhadap Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak.
"Semestinya pihak kepolisian lebih bijak dalam menyikapi kasus ini. MS masih berstatus anak di bawah umur dan bukan pelaku utama. Penahanan seharusnya menjadi opsi terakhir, bukan yang pertama," ujar Rafli kepada wartawan, Senin (26/5) melalui sambungan selulernya.
Rafli menegaskan, dalam Pasal 32 Ayat (1) UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, disebutkan bahwa penangguhan penahanan dapat dilakukan terhadap anak, apalagi jika ada jaminan dari orang tua, lembaga sosial, atau pihak pemerhati anak.
"Penangguhan penahanan anak bukan hanya mungkin, tapi juga dianjurkan demi masa depan mereka. Kita harus ingat, tujuan hukum pidana anak adalah pembinaan, bukan penghukuman," tegas alumni Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (STIK) Pembangunan Medan itu.
Lebih lanjut, Rafli mengkritik kurangnya upaya edukasi hukum dari aparat kepada anak-anak. Menurutnya, pemahaman hukum sejak dini penting untuk mencegah keterlibatan anak dalam tindak kriminal.
“Sebelum bicara penindakan, seharusnya ada edukasi. Jangan terburu-buru menjustifikasi bahwa anak bersalah tanpa proses pendampingan yang layak. Anak harus dibina, bukan dipenjara,” tambahnya.
Rafli juga menyayangkan sikap Polsek Medan Labuhan yang menolak upaya penangguhan penahanan yang diajukan orang tua MS bersama DPD LSM Penjara Sumut. Penolakan itu dinilai bertentangan dengan semangat perlindungan anak yang diamanatkan undang-undang.
Kasus MS pun kini menjadi sorotan publik dan memicu kembali perdebatan mengenai perlakuan aparat penegak hukum terhadap anak yang berhadapan dengan hukum. Banyak pihak mendesak agar pendekatan keadilan restoratif lebih diutamakan, dibanding pendekatan represif yang berisiko merusak masa depan anak-anak bangsa.(chan)