Terkait Fatwa MUI Soal Prilaku Menyimpang Kampung Kasih Sayang Langkat, Ketua PW Al Washliyah Sumut Minta Pemerintah dan Penegak Hukum Segera Bertindak

Editor: Tim Redaksi author photo
Bagikan:
Komentar

Ketua Pengurus Wilayah Al Jam'iyatul Washliyah Sumatera Utara Dedi Iskandar Batubara (kanan) bersama TGD Prabu Kresna Erde.

PENGAWAL | MEDAN - Ketua Pengurus Wilayah Al Jam'iyatul Washliyah Sumatera Utara Dedi Iskandar Batubara meminta Pemkab Langkat dan aparat penegak hukum di daerah itu  secepatnya menindaklanjuti Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Utara terkait perilaku menyimpang yang dilakukan Tuan Imam selaku pimpinan Kampung Kasih Sayang di Desa Telaga Said Kecamatan Sei Lepan, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara.

"Sebagai atensi, saya mengingatkan pak Bupati dan Kapolres Langkat untuk segera menindaklanjuti Fatwa MUI ini dengan segera demi kebaikan dan kemaslahatan masyarakat dan umat Islam," kata Dedi Iskandar Batubara kepada wartawan di Medan, Jumat (16/05/2025).

Menurut Dedi, persoalan perilaku menyimpang yang dilakukan Tuan Imam yang memiliki istri 13 orang merupakan persoalan yang sangat serius karena menyalahi hukum fiqih.

"Jangan kemudian hal-hal seperti ini dibiarkan, sampai kemudian seperti api dalam sekam yang sewaktu-waktu bisa meledak. Apalagi masyarakat kita ini masyarakat pantai timur, masyarakat melayu yang kita ketahui taat dalam menjalankan agama," kata senator asal Sumatera Utara ini.

Dedi sebelumnya sudah mendapat informasi terkait perilaku menyimpang di Kampung Kasih Sayang Majelis Fardhu Ain Indonesia di Kabupaten Langkat. Menurut Dedi, MUI Sumut sejak 2022 mengeluarkan fatwa bahwa perilaku agama dari yang bersangkutan (Tuan Imam) dan nilai menyimpang karena punya istri lebih 13 orang dalam waktu bersamaan, sementara berdasarkan ketentuan agama hanya membolehkan seorang laki laki punya istri sebanyak-banyaknya empat.

"Tentu Fatwa MUI Sumut ini kan tidak tiba tiba muncul karena sudah melewati proses investigasi, identifikasi, kemudian telaah, melihat realitas di lapangan dan kemudian sampai kepada kesimpulan hingga keluarlah fatwa itu," katanya.

Menurut Dedi, MUI Sumut diketahui sebagai lembaga yang diisi ulama, cendikia dan kemudian punya kapasitas keilmuan untuk melihat apakah perilaku seorang itu menyimpang dari ajaran agama atau tidak.

"Seyogyanya pemerintah dan aparat penegak hukum saya kira harus segera mengambil langkah dan sikap," tegasnya.

Meski Dedi mengetahui bahwa perilaku menyimpang di Kampung Kasih Sayang sampai saat ini belum ada memicu keributan dan kegaduhan, tapi jika besok atau di kemudian hari ada pihak yang menganggap pemerintah atau aparat penegak hukum melakukan pembiaran lantas mengambil tindakan sendiri, maka ini akan menimbulkan persoalan baru.

Keprihatinan IMO

Sehari sebelumnya, Ikatan Media Online (IMO) Indonesia Sumut menyampaikan keprihatinannya terkait merebaknya kabar praktik pernikahan tidak sah yang dilakukan oleh Imam Hanafi. Keprihatinan itu disampaikan Ketua PW IMO Sumut, HA Nuar Erde dalam kunjungan silaturahmi ke Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumut, Kamis (16/5/2025).

Dalam pertemuan itu Ketua Bidang Fatwa MUI Sumut, H. Ahmad Sanusi Lukman menjelaskan bahwa fatwa terkait telah diterbitkan pada Agustus 2022, dengan nomor 01/KF/MUI-SU/VIII/2022. Fatwa tersebut menegaskan bahwa seluruh mazhab fikih dalam Ahlussunnah wal Jamaah sepakat bahwa haram dan tidak sah menikahi lebih dari empat perempuan merdeka dalam waktu bersamaan.

“Pemahaman dan praktik Imam Hanafi yang menikahi lebih dari empat wanita secara bersamaan bertentangan dengan syariat Islam, ijma’ ulama, serta bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam,” jelasnya.

Lebih lanjut, MUI menegaskan bahwa pernikahan setelah istri keempat dinyatakan tidak sah, dan semua konsekuensi hukum syariat, termasuk nasab, hak waris, dan lainnya, tidak berlaku atas pernikahan kelima dan seterusnya.

Sedangkan Ketua Umum MUI Sumut, Dr. Maratua Simanjuntak, menegaskan bahwa dalam konteks kenegaraan, meski fatwa tidak memiliki kekuatan hukum mengikat namun ia merupakan salah satu sumber hukum yang secara yuridis bisa dijadikan rujukan. “Tugas MUI adalah menjaga umat dan menyampaikan panduan keagamaan. Namun, pelarangan dan penegakan hukum atas pelanggaran itu menjadi domain pemerintah,” ujarnya. (sus)

Baca Juga
Bagikan:
Pengawal.id:
Berita Terkini
Komentar

Terkini