PENGAWAL.ID | MEDAN - Konflik lahan seluas 17 hektare di Lingkungan 16, 17, dan 20, Kelurahan Tanjung Mulia, Kecamatan Medan Deli kembali memanas. Kali ini, warga secara terang-terangan menuding para kepala lingkungan (Kepling) setempat telah berpihak kepada mafia tanah.
"Para Kepling 16, 17, dan 20 sudah sekongkol dengan mafia tanah. Buktinya, tidak satu pun dari mereka yang membela warganya," ujar Tokoh Masyarakat Tanjung Mulia, Agus Irianto (65), dengan nada tegas, Jumat (30/5/2025).
Menurut Agus, para Kepling seharusnya bekerja sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, yakni mengurusi administrasi pemerintahan, bukan justru menjadi fasilitator pihak-pihak yang disebut sebagai mafia tanah.
“Mereka itu hanya bertugas mengurus administrasi Pemko Medan, bukan agen tanah. Kalau sampai membantu proses pengukuran dan pemasangan plang eksekusi, berarti mereka sudah jadi bagian dari jaringan mafia tanah itu sendiri,” tegas Agus, yang juga merupakan mantan personel Direktorat Reserse Narkoba Polda Sumut.
Agus menyebut, keterlibatan para Kepling dalam pengukuran dan pemasangan plang di lahan tersebut bukanlah hal baru. Menurutnya, keberpihakan mereka kepada pihak yang ingin menguasai lahan sudah terlihat sejak lama.
"Harusnya mereka melindungi warganya. Ketika ada rencana pemasangan plang eksekusi, mereka seharusnya melaporkan atau mencegahnya, bukan malah membantu preman bayaran yang memasang plang itu," katanya geram.
Warga Bingung, Tiba-Tiba Muncul ‘Ahli Waris’
Sementara itu, Lae Marbun (58), warga setempat, menyampaikan keheranannya atas munculnya klaim dari seseorang yang mengaku sebagai ahli waris atas lahan tersebut.
“Tiba-tiba muncul orang bermarga Parinduri, mengklaim sebagai ahli waris. Kami warga sini tidak pernah kenal mereka. Belum lagi muncul yang mengatasnamakan ‘Forum Masyarakat Bersatu’, membagi-bagikan sembako sambil mencatut nama kami, ini sudah tidak benar,” ujarnya dengan nada kecewa.
Senada, mantan Kepling 16, Jemirin (68), turut menegaskan bahwa keluarganya sudah tinggal di kawasan tersebut sejak sebelum kemerdekaan Indonesia.
"Orang tua saya sudah tinggal di Lingkungan 16 sejak tahun 1942. Artinya, kami bukan pendatang. Tanah ini sudah kami diami turun-temurun," ujarnya.
Tudingan Terhadap Herman CS
Warga juga menuding seorang pria bernama Herman CS sebagai dalang di balik kisruh ini. Ia diduga merekayasa organisasi bernama Forum Masyarakat Bersatu dan mencatut nama-nama warga Lingkungan 16, 17, dan 20 untuk kepentingan penjualan lahan.
Masyarakat kini menuntut agar Pemerintah Kota Medan turun tangan menyelesaikan sengketa ini secara adil dan melindungi hak-hak warga yang sudah lama bermukim di kawasan Lingkungan 16,17 dan 20.
“Kami warga negara Republik Indonesia berhak hidup dan bekerja di tanah ini. Kami lahir di sini, dan kami akan pertahankan hak kami sampai titik darah penghabisan,” tegas Agus Irianto.(chan)