Diduga Jaringan Mafia Tanah, Utusan PT Pataka Rekayasa Kop Surat Kelurahan Mabar Hilir

Editor: Tim Redaksi author photo
Bagikan:
Komentar


PENGAWAL.ID | MEDAN - Praktik mafia tanah kembali menjadi sorotan publik. Kali ini, dugaan tersebut mencuat dalam kasus pengakuan lahan oleh PT Pataka Karya Sentosa di Kelurahan Mabar Hilir, Kecamatan Medan Deli, Kota Medan, yang mengundang kecurigaan sejumlah pihak karena diduga merekayasa dokumen dan kop surat resmi kelurahan, Jumat (25/7/2025).

Mediasi antara warga Lingkungan 2 dan 3 Kelurahan Mabar Hilir dengan perwakilan PT Pataka yang digelar di kantor Lurah Mabar Hilir berlangsung panas. Ironisnya, dalam pertemuan itu, pihak PT Pataka melalui kuasa hukumnya, Dian Silalahi, tidak dapat menunjukkan satu pun dokumen resmi kepemilikan atas tanah seluas 18 hektar yang mereka klaim.

Padahal, berdasarkan informasi yang dihimpun, PT Pataka Karya Sentosa yang beralamat di Jalan Pluit Raya No.70, Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara, telah dinyatakan tutup sejak tujuh tahun lalu. Namun, perusahaan itu kembali muncul dengan klaim atas tanah yang sempat berubah-ubah luasnya.

Awalnya, PT Pataka mengklaim memiliki lahan seluas 18 hektar. Namun dalam surat bernomor 025/SP/DL/III/2024 yang dikirim pada Maret 2024, luas klaim tersebut menyusut menjadi 10 hektar. Anehnya, setelah satu tahun lima bulan kemudian, luas lahan yang diklaim kembali menjadi 18 hektar.

Lebih mencurigakan lagi, saat mediasi berlangsung, pengacara PT Pataka justru menyampaikan permohonan maaf kepada Lurah Mabar Hilir, Bayu, atas penggunaan kop surat Kelurahan yang diduga telah direkayasa untuk mengundang pihak tertentu ke kantor Gubernur Sumatera Utara. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Sekretaris Lurah (Seklur) yang menegaskan bahwa undangan resmi dari kelurahan hanya ditujukan kepada dua warga, yakni Kasim dan Tukidi.

Sementara itu, perwakilan dari Kantor Gubernur Sumatera Utara menegaskan bahwa saat ini pengecekan sertifikat tanah dapat dilakukan secara digital melalui aplikasi “Sentuh Tanahku” milik Kementerian ATR/BPN atau melalui laman resmi bhumi.atrbpn.go.id. Artinya, validitas klaim PT Pataka seharusnya bisa diverifikasi dengan mudah, namun mereka tidak mampu membuktikannya.

Berdasarkan penelusuran terhadap dokumen Hak Guna Bangunan (HGB) yang diklaim oleh PT Pataka, ditemukan sejumlah kejanggalan. Misalnya, HGB No.0029 yang tercatat seluas 59.037 m² ternyata hanya seluas 6.738 m² menurut data BPN, dan lokasinya pun bukan di atas tanah warga. Hal serupa terjadi pada HGB No.0336 yang diklaim seluas 36.421 m² namun faktanya hanya 1.000 m², dan bukan di lokasi warga. Adapun HGB No.0337 seluas 5.034 m² ternyata tidak memiliki data persil alias tidak terdaftar.

Kendati demikian, dalam pernyataannya di kantor lurah, pengacara PT Pataka tetap bersikukuh bahwa pihaknya memiliki sepuluh surat HGB sebagai bukti hak atas tanah.

Kasus ini semakin mempertegas pentingnya ketegasan aparat dalam memberantas praktik mafia tanah yang kerap memanfaatkan celah administratif dan memanipulasi data demi kepentingan bisnis. Masyarakat berharap aparat penegak hukum dan instansi terkait segera melakukan investigasi mendalam guna mengungkap motif dan aktor di balik dugaan rekayasa ini.(chan) 


Baca Juga
Bagikan:
Pengawal.id:
Berita Terkini
Komentar

Terkini