PENGAWAL.ID | BATAM - Dugaan negara dirugikan puluhan milyar rupiah setelah adanya lokasi pengolahan kayu di Tajung Piayu Batam yang diduga hasil pembalakan liar dari Lingga, Sabtu (15/11/2025).
Disebut-sebut kegiatan pembalakan liar yang dilakukan oleh NOT terendus setelah adanya truk berwarna kuning memuat kayu balok.
Dugaan kayu berasal dari kawasan Lingga yang dikirim melalui Pelabuhan Piayu Bagan menuju gudang milik pengusaha NOT.
Kegiatan ilegal terkait pengiriman kayu balok dari Pelabuhan Piayu Bagan banyak menyimpan misteri.
Dari hasil investigasi tim media menemukan tumpukan kayu balok yang belum diolah dan berbagai macam kayu yang sudah dirubah menjadi fallet.
Pengusaha kayu NOT mempunyai 2 tempat wilayah terpisah yang digunakan untuk melakukan usaha tersebut.
Kantor berada di Jalan Laksana Bintan, Sungai Panas. Kecamatan Batam Kota, Kota Batam - Kepri.
Pembalakan liar atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah merupakan tindak pidana dan dapat dijerat dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
Penimbunan ini dapat dikenai sanksi pidana penjara dan denda sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang tersebut.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 mengatur tentang tindak pidana terkait perusakan hutan, termasuk pembalakan liar dan penggunaan kawasan hutan secara tidak sah.
Beberapa pasal dalam UU 18/2013 yang relevan dengan penimbunan kayu balok ilegal, antara lain: Pasal 12: "Pasal ini mengatur larangan melakukan penebangan atau penebangan liar di kawasan hutan. Pasal 16: "pasal ini mengatur tentang larangan memanfaatkan hasil hutan kayu yang tidak memiliki surat keterangan sahnya hasil hutan (SKSHH). Pasal 82: Pasal ini mengatur tentang sanksi pidana bagi orang yang melakukan penebangan di hutan secara ilegal, dengan pidana paling lama 5 tahun dan denda Rp 2.500.000.000.
Jika seseorang melakukan penimbunan kayu balok yang berasal dari hasil pembalakan liar di kawasan hutan, maka ia dapat dikenai sanksi pidana penjara dan denda sesuai dengan Pasal 82 UU 18/2013, yaitu pidana paling lama 5 tahun dan denda Rp 2.500.000.000.(tim)


