Bahas Dugaan Pencemaran Lingkungan, Srikandi Lestari Undang Anggota Komisi D DPRD Langkat

Editor: susilo author photo
Bagikan:
Komentar
Anggota Komisi D DPRD Langkat Sandrak Herman Manurung saat foto bersama dengan perserta Public Discussion.

PENGAWAL | PANGKALAN SUSU - Dalam rangka melindungi ekosistem pesisir pantai timur Kabupaten Langkat dan melindungi ‘pejuang lingkungan’ yang melakukan pembelaan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) serta memperluas gerakan perlindungan terhadap pembela HAM di Sumut, Yayasan Srikandi Lestari menggelar Public Discussion dengan Anggota Komisi D DPRD Langkat di Desa Sei Siur, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat, Rabu (15/4/2020) sekira jam 11.00 WIB.

Dalam pertemuan itu, sedikitnya hadir 21 peserta dari 8 desa yang ada di Kecamatan Pangkalan Susu, Kecamatan Brandan Barat dan Kecamatan Tanjungpura yang merupakan pejuang lingkungan hidup. Disana, mereka berkeluh kesah atas kerusakan lingkungan yang terjadi di sekitar tempat tinggal, sekaligus tempat mereka mencari nafkah.

Dengan tetap mematuhi imbauan pemerintah untuk melakukan physical distancing sebagai upaya pencegahan penyebaran Covid-19, para peserta pun menyampaikan aspirasinya kepada wakil rakyat dari Komisi D DPRD Langkat Sandrak Herman Manurung dengan cara bergantian. Sandrak pun mendengar dan mencatat setiap keluhan masyarakat dengan sangat serius.

Dalam pertemuan itu, para peserta yang terdiri dari berbagai latar belakang kehidupan sosial tersebut menyampaikan keluhan dari desanya masing-masing. Adapun keluhan yang mereka sampaikan diantaranya alih fungsi lahan di Desa Beras Basa, dugaan pencemaran limbah batubara di PLTU Pangkalan Susu, pembabatan mangrove di Desa Kwala Serapuh, Kades Pintu Air yang menolak memberikan Pengesahan Kelompok Perempuan Maju Jaya, serta KULIN Kelompok Tani Teluk Inday yang tak kunjun dikeluarkan.

Salah seorang peserta yang tak ingin namanya dipublikasikan mengatakan, PLTU Pangkalan Susu diduga melakukan pembuangan limbah cair dan abu pembakaran batubara sejak tahun 2015 hingga kini. Masyarakat yang berada di ring 1 PLTU tetap menderita akibat limbah batubara tersebut. “Saat ini, abu batubara yang mengambang di atas air laut dari aktivitas di Jetty Conveyor dan pembuangan air panasnya masih terjadi setiap harinya dan akan mengakibatkan rusaknya ekosistem laut,” ungkapnya.

Warga menambahkan, bahwa pihak PLTU pernah menjanjikan bahwa limbah air panas akan dibuang terlebih dahulu dilakukan proses penyaringan. Apabila ikan yang dimasukkan ke dalam air yang sudah melewati proses penyaringan itu tidak mati, maka airnya akan dibuang ke laut. “Kenyataannya, sampai saat ini limbah cair PLTU yang dibuang ke laut tetap panas dan membuat biota laut mati atau tidak mau berkembang biak,” kesalnya.

Dengan adanya pembuangan limbah yang diduga dilakukan oleh PLTU secara langsung ke laut, maka hasil tangkap nelayan jauh lebih berkurang. Dengan adanya kapal-kapal tug boat dan kapal tongkang yang parkir di wilayah tangkap nelayan, maka nelayan tidak bisa beroperasi lagi di wilayah yang seharusnya menjadi sumber pencaharian masyarakat itu.

Tug boat pengangkut batubara yang parkir di wilayah tangkap nelayan mengganggu aktivitas mencari ikan warga. 

Beberapa warga yang hadir dalam kegiatan itu jugan mengatakan, bahwa ada warga masyarakat yang diintimidasi dan diacaman dari orang yang tidak dikenal, setelah melaporkan dugaan pencemaran limbah batubara PLTU Pangkalan Susu. Ancaman dan intimidasinya berupa akan memecat pekerja atau keluarga yang bekerja di PLTU, mendatangi rumah warga yang memberikan melaporkan pencemaran limbah PLTU, serta menelpon langsung warga yang bersangkutan.

Semestinya, pelaporan tersebut seharusnya bisa ditangani dengan melakukan pengolahan limbah atau sterillisasi limbah, sehingga tidak mencemari lingkungan dan masyarakat tetap bisa mencari ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Terkait hal tersebut, masyarakat meminta agar dilibatkan dalam melakukan pengawasan pembuangan dan pengelolaan limbah cair dan debu batubara melalui MoU yang ditandatangani dan ditaati secara bersama oleh PLTU, masyarakat dan anggota DPRD Langkat. Serta, kapal-kapal tug boat dan kapal tongkang dari PLTU agar tidak parkir di wilayah tangkap, sehingga nelayan bisa mencari ikan kembali.

Pada kesempatan itu, Direktur Eksekutif Yayasan Srikandi Lestari Sumiati Surbakti mengatakan, pemerintah diharapkan berperan aktif dan tanggap dalam merespon semua permasalahan yang terjadi di akar rumput. Bisa dibayangkan, bagaimana terpuruknya kondisi masyarakat saat ini dikarenakan wabah Covid-19, yang membuat kemiskinan meningkat terutama bagi pedagang kecil, petani dan nelayan yang mereka dampingi langsung.

“Seharusnya, kita dapat bahu membahu memastikan masyarakat marginal mendapatkah hak hidupnya. Yayasan Srikandi Lestari selalu siap menjadi corong masyarakat untuk mengadukan permasalahannya, sehingga hak masyarakat terpenuhi,” tandas Sumiati Surbakti.

Sementara, Advokat dari LBH Medan Muhammad Alinafia Matondang SH SHum yang juga terhubung via video conference juga memberikan tanggapan serius dari laporan masyarakat tersebut. Dirinya mengatakan, KPH Wilayah I Stabat terkesan lamban merespon dalam memberikan perlindungan bagi mitra kehutanan terhadap dugaan tindak pidana perambahan dan perusakan kawasan hutan yang dilakukan oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit. “Pembiaran ini akan menciptakan konflik horizontal di kalangan masyarakat,” ketusnya.

Acuh nya pemerintahan Kabupaten Langkat maupun Provinsi Sumut atas perubahan kondisi perekonomian dan sosial masyarakat sekitar yang semakin memburuk akibat dampak keberadaan PLTU Pangkalan Susu, sehingga banyak hak hak dasar masyarakat tidak terpenuhi. Hal tersebut dapat dikatakan sebagai pelanggaran HAM.

Ada dugaan pemberangusan atau pengkerdilan gerakan masyarakat yg menolak keberadaan dan dampak PLTU Pangkalan Susu oleh Kades dengan tidak memberikan hak pemberdayaan kepada masyarakatnya, terutama kaum perempuan yg dialami oleh kelompok perempuan Maju Jaya.

Abu batubara yang mengambang di atas air laut dari aktivitas di Jetty Conveyor dan pembuangan air panas.

Hal tersebut mengindikasikan adanya pembekingan aparatur negara atas kegiatan usaha PLTU Pangkalan Susu, dan oleh karenanya disarankan kepada masyarakat agar dapat merebut simpul simpul kekuasaan di desa demi pengembalian kondisi kehidupan yang baik sedia kala.

“Kades itu melanggar Pasal 28 huruf E UUD 1945 tentang hak berserikat dan UU No 18 tahun 1956 tentang hak untuk berorganisasi, UU no 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Permendagri No 84 tahun 2015. Pelaku perambah dan perusakan kawasan hutan di jerat Pasal 50 jo Pasal 78 UU No 41 tahun 1999 tentang kehutanan, Serta Pasal 28 H ayat (1) UUD 45 Pasal 9 ayat (3) UU No 39 tahun 1999 tentang HAM dan UU No  32 tahun 2009 tentang pplh,” tandasnya.

Menyikapi laporan masyarakat tersebut, Sandrak Herman Manurung yang merupakan wakil rakyat dari Fraksi PDI-P tersebut berjanji akan menindaklanjuti laporan masyarakat terkait kerusakan lingkungan yang diduga terjadi akibat dari pencemaran limbah batubara PLTU. Mantan pengurus Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) ini juga terlihat cukup kesal dengan laporan yang diterimanya.

“Saya akan segera tindaklanjuti laporan ini. Kita akan panggil pihak terkait, untuk mencari solusi dari semua persoalan lingkungan yang sedang dihadapi masyarakat. Jangan pernah berhenti berjuang untuk tetap menjaga dan melestarikan lingkungan kita,” pungkasnya.

Pada kesempatan yang sama, petugas medis dari Puskesmas Beras Basa dr Indra Bambang Siswojo juga ikut memberikan penyuluhan kesehatan mengenai bahaya Covid-19. “Masyarakat perlu melakukan berbagai pencegahan agar terhindar dari pandemi Covid-19 yang sedang mewabah seperti saat sekarang ini,” imbaunya.

Sumiati Surbakti berharap, diskusi publik ini bisa membantu mencari solusi dari permasalahan yang sedang dihadapi masyarakat dan semoga anggota DPRD Langkat Sandrak Herman Manurung bisa membantu memediasi permasalahan yang dihadapi.

Kedepannya, diskusi seperti ini akan terus dilaksanakan untuk mengakomodir kebutuhan masyarakat di kabupaten Langkat. “Tidak lupa, kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Sandrak Herman Manurung yang sudi meringankan langkah dan meluangkan waktunya untuk mendengarkan keluhan kami. Semoga bapak dan keluarga serta kita semua selalu dalam lindungan Tuhan yang Maha Esa,” pungkas Sumiati Surbakti.

Terpisah, Humas PLTU Pangkalan Susu Miduk  Hutasoit saat dikonfirmasi awak media via pesan WhatsAppnya, Kamis (16/4/200) jam 19.25 WIB, terkait limbah air panas yang disebutkan masyarakat masih terjadi hingga saat ini, yang bersangkutan belum juga membaca pesan WhatsApp tersebut.  (Ahmad)
Baca Juga
Bagikan:
Pengawal.id:
Berita Terkini
Komentar

Terkini