DPRD Medan Sahkan Perda Baru RTRW 2021-2041

Editor: susilo author photo
Bagikan:
Komentar
Sidang paripurna pendapat akhir fraksi perubahan atas Perda No.13 Tahun 2011-2031 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun menjadi Perda RTRW Tahun 2021-2041.

PENGAWAL | MEDAN – DPRD Medan mengesahkan perubahan atas Perda No. 13 Tahun 2011-2031 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan menjadi Perda RTRW Tahun 2021-2041 dalam sidang paripurna di gedung DPRD Medan, Selasa (30/11/2021).

Pengambilan keputusan melalui rapat paripurna itu berjalan lancar dan diakhiri dengan penandatangan naskah Ranperda Perubahan RTRW Tahun 2021-2041 untuk ditetapkan menjadi Perda.

Rapat paripurna yang dipimpin Ketua DPRD Medan Hasyim SE, Fraksi HPP dalam pendapat akhirnya menerima dan menyetujui pencabutan Perda Kota Medan No 13 Tahun 2021 tentang RTRW Tahun 2011 – 2031. Kemudian menerima dan menyetujui Ranperda RTRW Tahun 2021-2024 ditetapkan menjadi Perda Kota Medan.

Rapat paripurna juga dihadiri Wakil Ketua DPRD Medan H Ihwan Ritonga, Rajudin Sagala dan HT Bahrumsyah serta pimpinan para alat kelengkapan dewan. Turut hadir Walikota Medan Bobby Afif Nasution serta sejumlah pimpinan OPD Pemko Medan.

Dalam pendapat akhirnya Fraksi Gerindra Medan yang dibacakan oleh Dame Duma Sari mengatakan, tak dapat dipungkiri Kota Medan masih memiliki segudang persoalan. Selain masalah banjir, pemukiman kumuh, serta penumpukan sampah, seharusnya sudah ada sistem zonasi dimana ada daerah komersil, daerah pemukiman dan kawasan industri.

Saat ini, ujar Dame, semua itu berada di dekat pusat kota yang membuat kota terlihat tidak teratur dan terkesan berantakan. Hal inilah yang membuat kemacetan di pusat kota Medan dan sekitarnya, karena semua zona berdekatan dengan pusat kota.

Perkembangan Kota Medan, lanjutnya, memang cenderung memusat pada inti kota yang berimplikasi terhadap keterbatasan lahan. Ditambah lagi pembangunan yang dilakukan secara vertikal serta adanya trend permintaan pasar terhadap kebutuhan lahan dalam skala besar.

Untuk itu, Fraksi Gerindra berpendapat bahwa  hendaknya Pemko Medan menyadari keadaan ini dan memulai segera rehabilitasi tata ruang kota secara sungguh-sungguh, tidak hanya berupa angan-angan saja. "Karena sejatinya upaya ini akan dapat dikenang oleh stakeholders sebagai sebuah prestasi kerja Pemko Medan," ujarnya.

Untuk itu, ujar Dame, Fraksi Gerindra menyampakan catatan-catatan, kritik dan saran sebagai bagian dari pendapat fraksi terkait rencana tata ruang wilayah tahun 2021-2041.

Pertama, Fraksi Gerindra meminta agar hutan lindung di bagian utara Kota Medan harus diberi zona agar tahu mana daerah pemukiman dan menjadi ruang terbuka hijau.

Kemudian Fraksi Gerindra berharap agar Pemko Medan berkomitmen memenuhi 20 persen ruang terbuka hjijau publik dengan melakukan pembelian lahan secara bertahap.

"Permasalahan banjir di wilayah Kota Medan, khususnya di Medan Utara, fraksi Gerindra berharap agar permasalahan itu segera dituntaskan dan Pemko Medan diminta agar mengelola dan membudidayakan daerah mangrove di kawasan Medan Utara sebagai daerah penyangga banjir dan sebagian ruang terbuka hijau.

Fraksi Gerindra juga berharap agar kawasan Lapangan Merdeka Medan dijadikan wilayah RTH dan cagar budaya. Melalui Perda Baru ini, Pemko Medan juga diharapkan dapat mengejar ketertinggalan pembangunan kawasan Medan Uara dibandingkan dengan pembangunan kawasan Medan lainnya.

Pemko Medan juga harus mencari solusi untuk penambahan ruas jalan, karena volume kendaraan yang meningkat tajam agar kemacetan lalulintas dapat diantisipasi. Pemko Medan juga diharapkan dapat mengalokasikan pemenuhan kebutuhan ruang untuk pembangunan rumah bagi masyarakat berpenghaslan rendah dalam skala besar di kawasan sub pusat pelayanan Kota Medan Marelan.

Sementara itu, Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) yang dibacakan Edwin Sugesti Nasution meminta Pemko Medan melakukan pengawasan tentang pelaksanaan Peraturan Daerah yang telah disahkan 2021-2041, terutama dalam proses pelaksanaan pembangunan.

"Bila masih mengacu pada Perda No. 13 Tahun 2011-2031 harus diambil tindakan dan dikembalikan kepada peraturan yang telah disahkan," ucap Edwin.

Dukungan Fraksi PAN ini sejalan dengan pesatnya kemajuan teknologi dan pertumbuhan penduduk serta tuntutan pembangunan kota menjadi pertimbangan Perda No.13 Tahun 2011 harus dicabut. 

Dikatakannya, pencabutan ini dilakukan agar dapat menjawab persoalan yang ada dan mengantisipasi potensi tantangan ke depan. Legal formal pencabutan perda RTRW ini menjadi sangat penting dan harus dilaksanakan dengan konsisten, karena tanpa konsistensi yang tegas dari Pemko Medan Perda yang baru sebagai penggantinya tidak akan jalan seperti keinginan semua pihak.

"Penataan ruang Kota Medan tidak akan menjadi kota yang tertata sesuai dengan visi pembangunan Kota Medan yang akan dituju yakni 'terwujudnya Masyarakat Kota Medan yang berkah maju dan kondusif'," tuturnya.

Dikatakannya, mengenai langkah yang harus ditempuh oleh Pemko Medan berkaitan dengan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, sehingga jangan sampai 5 hingga 10 tahun ke depan Kota Medan menjadi tercemar oleh limbah kimia dari industri.

Untuk itulah, sambung Edwin agar penanganan limbah pada masing-masing industri serta penyusunan regulasi tentang pengawasan dan pengendalian lingkungan sesuai dengan undang-undang tersebut.

Masih dalam rapat tersebut, fraksi di DPRD Medan setuju dengan pengesahan RTRW yang baru dalam mendukung pembangunan di Kota Medan.

Sementara itu Ishaq Abrar M Tarigan SIP yang membacakan pendapat akhir Fraksi Partai Demokrat menyoroti tentang Ruang Terbuka Hijau (RTH). Menurutnya, saat ini Kota Medan hanya memiliki 5 persen RTH. Sedangkan kuota yang harus dipenuhi adalah 20 persen RTH, berarti Kota Medan masih kekurangan 15 persen lagi.

Untuk memenuhi kekurangan itu, Pemko Medan membutuhkan anggaran sebesar Rp 90 triliun untuk memenuhi kuota itu. "Sementara kemampuan Pemko Medan hanya Rp 50 miliar setahun," katanya.

Namun ada beberapa masukan dari Partai Demokrat yang perlu menjadi pertimbangan bagi Pemko Medan. Di antaranya dengan ditetapkannya zonasi RTH bagi suatu kawasan yang tanahnya milik pribadi akan menimbulkan persoalan tersendiri. Lahan masyarakat yang tidak masuk dalam zona bisnis tidak dapat menggunakannya untuk kepentingan bisnis. "Jika hal ini terjadi maka akan membuat masyarakat bingung dan hak-haknya terabaikan," ujarnya.

Selain itu, Pemko Medan sendiri butuh biaya yang besar untuk membeli lahan-lahan masyarakat, sehingga sampai saat ini Pemko Medan hanya berkomitmen saja untuk menyelesaikan pembelian lahan-lahan yang berdampak pada ruang terbuka hijau.

"Oleh karenanya kami dari Fraksi Partai Demokrat DPRD Kota Medan meminta kepada Pemko Medan perlu terlebih dahulu untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada terkait zonasi RTH. Jangan sampai hal ini menjadi bom waktu, sehingga terjadi gesekan-gesekan di masyarakat yang merasa kecewa dengan lahirnya Perda ini," ujarnya.

Sedangkan Fraksi Partai Nasdem dalam pendapat akhir yang dibacakan oleh T Edriansyah Rendy berpendapat tata ruang kota yang baik harus mengakomodir semua kepentingan stakeholders kota, sehingga warga menjadikan Kota Medan sebagai tempat hidup dan tempat tinggal yang nyaman dan menyenangkan. Guna mewujudkan hal itu, harus ada komitmen kuat dari pemerintah kota dengan tetap mematuhi kesepakatan serta regulasi yang telah ditetapkan.

"Menurut pendapat kami, sangat penting menetapkan pola ruang dan struktur ruang kota untuk menghindari kota dari berbagai konflik dan kota semrawut (unmanaged growth). Termasuk menghindarkan bercampur aduk berbagai kegiatan dalam satu titik. Artinya, pada penyusunan pola ruang, pemerintah kota menetapkan peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan ruang kota, fungsi budidaya seperti pusat bisnis dan hiburan, pusat pelayanan masyarakat seperti sekolah, rumah sakit dan segalanya," ujarnya.

Untuk itu, Fraksi Partai Nasdem menyampaikan tiga hal penting terkait yang perlu menjadi pertimbangan dalam penerapan Perda RTRW tahun 2021-2041.

"Pertimbangan itu adalah rencana ruang perdagangan, industri dan pemukiman, ruang terbuka hijau, sistem jaringan transportasi, sistem jaringan energi, sistem jaringan telekomunikasi, dan sistem infrastruktur perkotaan, Namun yang lebih penting adalah yang paling penting adalah penerapan sanksi hukum atas setiap pelangaran terhadap seluruh sistem tersebut," ujar Rendy. 

Fraksi PDIP melalui Daniel Pinem meminta supaya menyediakan lahan untuk pembangunan perumahan murah bagi masyarakat berpenghasilan rendah di Kecamatan Medan Marelan. Sebab, masyarakat yang tinggal di wilayah Medan Utara masih banyak yang memiliki rumah dan tinggal di kawasan kumuh bantaran sepanjang sungai.

Masih dalam pendapat Fraksinya, Daniel Pinem menyebut, dorongan untuk pembangunan perumahan rumah bagi warga Medan Utara sangat mendasar karena melihat pesatnya pertumbuhan penduduk di kawsan itu. “Sangat tepat, salah satu upaya dalam pengentasan kemiskinan di Kota Medan, ” imbuh Daniel Pinem politikus tulen yang merakyat itu.

Selain itu, masih dalam pendapat akhir Fraksinya, Daniel Pinem yang saat ini duduk di Komisi IV membidangi pembangunan itu menyebut terkait Ruang Terbuka Hijau yang harus disiapkan mininal 30 %. Maka mendesak Pemko Medan untuk menyediakan ganti rugi RTH setiap tahunnya secara bertahap bagi warga yang terdampak pembebasan RTH.

Sebab kata Daniel Pinem, penyediaan RTH sebesar 30 % harus dijalankan sesuai amanah Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional No 1 Tahun 2018 tentang pedoman penyusunan RTRW disebutkan harus memiliki RTH 30 % dari luas wilayah administratif yang ada. Dimana 20% RTH publik dan 10 % RTH private.

“Sementara RTH publik di Kota Medan saat ini hanya 26,7% berarti masih kurang 3,5% , maka sangat perlu penambahan secara bertahap,” sebut Daniel.

Selain itu dalam Perda yang ditetapkan terkait rencana pembangunan Jalan Tol layang koridor Jalan Pinang Baris – Pusat Kota – Aksara – Tembung serta rencana pembangunan ruas Jalan Tol dari Titik Nol Pelabuhan Belawan diminta agar dilakukan kajian lebih matang.

Diakhir pendapat akhirnya, Daniel Pinem berharap dengan penetapan Perda ke depannya RTRW Kota Medan lebih komprehensip dan sejalan dengan kebijakan strategis nasional.

Renville P Napitupulu yang menjadi juru bicara Fraksi HPP (Hanura-PSI-PPP) berharap seluruh sistem yang telah dibangun berdasarkan kajian Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) agar dilaksanakan secara konsisten. Sehingga pemanfaatan ruang dan wilayah di Kota Medan akan semakin baik. Dan hal yang penting dilakukan yakni penerapan sanksi hukum tegas atas pelanggaran terhadap sistem tersebut.

Disampaikan Renville P Napitupulu, adapun sistem yang dibangun dan penerapan sanksi yang tegas seperti sistem infrastruktur perkotaan yang meliputi sistem penyediaan air minum, pengelolaan limbah, persampahan, drainase. Begitu juga penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan jalan pejalan kaki serta jalur evakuasi bencana.

Sedangkan secara khusus terkait rencana sistem pengolahan limbah. Seperti masalah pengelolaan limbah, baik limbah industri, gedung perkantoran maupun limbah rumah tangga merupakan persoalan serius. Karena limbah tidak saja mencemari sungai dan memusnahkan biota yang ada di dalamnya, tetapi juga telah merusak kelestarian lingkungan hidup.

Maka menurut Renville, perlu ada langkah konkrit yang harus dilakukan Pemko Medan dengan menegakkan aturan hukum secara totalitas bukan pandang bulu. Dengan harapan ada efek jera sehingga lingkungan dan alam bisa terselamatkan.

Selain itu, Renville P Napitupulu yang juga Ketua PSI Kota Medan itu menyoroti pembangunan jaringan telekomunikasi secara luas dan memadai. Renville menekankan agar rencana pembangunan jaringan telekomunikasi harus dilakukan secara tepat, efektif, efesien dan berdaya guna.

“Tujuannya agar ke depan Kota Medan tidak hanya dihiasi BTS (Base Transceiver Station) jaringan telekomunikasi yang membuat tata ruang wilayah menjadi semrawut,” ujar Renville yang saat ini di Komisi IV DPRD Medan membidangi pembangunan.

Dikatakan, penataan menara BTS secara terpadu harus dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi tata ruang dan wilayah yang sudah ada serta harus tegas menegakkan aturan sebagai bentuk kepastian hukum. “Pemko Medan harus bersikap tegas dengan menjatuhkan sanksi terhadap pembangunan menara BTS yang tidak sesuai rencana tata ruang dan wilayah,” tandasnya.

Selain itu, jaringan transportasi ikut menjadi sorotan Fraksi HPP, tingginya pertumbuhan kendaraan perlu disikapi karena keterbatasan daya tampung ruas jalan yang dikuatirkan stagnan. Maka harus dilakukan optimalisasi jaringan transportasi di Kota Medan.

Kemudian pembangunan jaringan transportasi Kota Medan yang punya keterkaitan dengan beberapa kabupaten/kota dan pemerintah provinsi. Menurut Renville harus dibangun kesepakatan dan kerjasama dalam pengelolaan jaringan transportasi untuk mendukung system jaringan transportasi yang profesional. Dimana mampu menjadikan transportasi massal sebagai kebutuhan yang layak dan digemari masyarakat banyak Kota Medan.

Diakhir pendapat akhirnya, Fraksi HPP minta agar pihak Bapeda Kota Medan mampu membuat dokumentasi photo pemetaan ruang wilayah Kota Medan berdasarkan zonasi, sehingga ke depan akan semakin jelas peruntukannya sesuai dengan perda yang sudah disepakati bersama. (Adv)

Baca Juga
Bagikan:
Pengawal.id:
Berita Terkini
Komentar

Terkini