Praktek Imam Hanafi Menikahi Lebih dari 4 Wanita dalam Waktu Bersamaan Bertentangan dengan Syariat Islam dan UU

Editor: Tim Redaksi author photo
Bagikan:
Komentar

PENGAWAL | MEDAN - Praktek Imam Hanafi, pemimpin 'Kampung Kasih Sayang' yang menikahi lebih dari empat wanita bertentangan dengan Syari'at Islam, ijma' ulama dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam.

Hal itu dikatakan Ketua Bidang Fatwa MUI Sumut, H. Ahmad Sanusi Lukman dalam pertemuan dengan Ikatan Media Online (IMO) Indonesia Sumatera Utara di aula lembaga resmi agama Islam ini, Jalan Majelis Ulama Medan, Kamis (15/5/2025). Pertemuan dilakukan untuk membahas khusus fatwa MUI terkait fenomena "Kampung Kasih Sayang".

Rombongan IMO Sumut dipimpin oleh Prabu Erde, H.A. Nuar Rd, Harun Al Rasyid, Bambang Sugiarto, dan tim. 

Sementara itu, dari pihak MUI Sumut hadir Ketua Umum Dr. H. Maratua Simanjuntak, Wakil Ketua Umum Dr. H. Arso, M.Ag, Ketua Komisi Fatwa Drs. Ahmad Sanusi Luqman, LC, MA, Sekretaris Bidang Fatwa Dr. Irwansyah, M.H.I, Ketua Komisi Penelitian Prof. Dr. Fachruddin Azmi, Dr. Sulidar, M.Ag, Ketua Komisi Infokom Dr. Akmaluddin Syahputra, M.Hum, serta Dr. Iqbal Habibi Siregar, M.Pd.

Dalam pertemuan tersebut, pihak IMO menyampaikan keprihatinan atas merebaknya isu terkait praktik pernikahan tidak sah yang dilakukan oleh sosok Imam Hanafi, tokoh sentral dalam “Kampung Kasih Sayang”. Mereka menegaskan bahwa sebagai media, tugas jurnalistik mereka adalah melakukan klarifikasi dan konfirmasi langsung, terlebih sebelumnya mereka memberitakan persoalan ini mengacu pada situs resmi MUI.

Ketua Bidang Fatwa MUI Sumut, H. Ahmad Sanusi Lukman menjelaskan bahwa fatwa terkait telah diterbitkan pada Agustus 2022, dengan nomor 01/KF/MUI-SU/VIII/2022. Fatwa tersebut menegaskan bahwa seluruh mazhab fikih dalam Ahlussunnah wal Jamaah sepakat bahwa haram dan tidak sah menikahi lebih dari empat perempuan merdeka dalam waktu bersamaan.

“Pemahaman dan praktik Imam Hanafi yang menikahi lebih dari empat wanita secara bersamaan bertentangan dengan syariat Islam, ijma’ ulama, serta bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam,” jelasnya.

Lebih lanjut, MUI menegaskan bahwa pernikahan setelah istri keempat dinyatakan tidak sah, dan semua konsekuensi hukum syariat, termasuk nasab, hak waris, dan lainnya, tidak berlaku atas pernikahan kelima dan seterusnya.

Pihak IMO meminta klarifikasi lebih jauh terkait ketegasan MUI terhadap tokoh tersebut yang dinilai tidak mengindahkan fatwa. MUI mengakui telah melakukan upaya persuasif berupa pemanggilan klarifikasi, pemberian peringatan tertulis, dan menyampaikan hasil fatwa kepada pihak yang berwenang, termasuk Kejaksaan (Pakem), Kepolisian, dan bahkan telah melakukan audiensi ke Pj Gubernur Sumut.

Ketua Umum MUI Sumut, Dr. Maratua Simanjuntak, menegaskan bahwa dalam konteks kenegaraan, meski fatwa tidak memiliki kekuatan hukum mengikat namun ia merupakan salah satu sumber hukum yang secara yuridis bisa dijadikan rujukan. 

“Tugas MUI adalah menjaga umat dan menyampaikan panduan keagamaan. Namun, pelarangan dan penegakan hukum atas pelanggaran itu menjadi domain pemerintah,” ujarnya.

Mantan warga Kampung Kasih Sayang, yang hadir dalam pertemuan, menceritakan pengalamannya selama 10 tahun tinggal di sana. Ia mengungkap bahwa komunitas tersebut awalnya berniat membangun desa terpencil, namun seiring waktu berkembang menjadi struktur sosial tertutup dengan sistem kepemimpinan Imam Hanafi. 

Ia menyampaikan bahwa praktik poligami ekstrem dilakukan secara terang-terangan. Ia menyebutkan bahwa ia mengenal hingga 12 istri Imam Hanafi.

Dr. H. Arso, Wakil Ketua Umum MUI Sumut, menambahkan bahwa posisi MUI adalah sebagai mitra pemerintah yang bersifat deklaratif dan konstitutif, bukan penegak hukum (condemnator). Oleh karena itu, MUI terus mengupayakan sinergi dengan pihak berwenang serta berharap media online ikut berperan sebagai kontrol sosial masyarakat.

“MUI berkomitmen membersihkan umat dari pemahaman yang menyimpang. Sinergi bersama media sangat penting agar umat mendapatkan informasi yang benar dan terjaga dari praktik-praktik menyimpang,” pungkasnya. (Sumber: muisumut.or.id)

Baca Juga
Bagikan:
Pengawal.id:
Berita Terkini
Komentar

Terkini