Trending: Pemilik Sah Merek Sarung Tangan Lobster Kembali Digugat, Diduga Ada Upaya Manipulasi Hukum

Editor: Tim Redaksi author photo
Bagikan:
Komentar

PENGAWAL.ID | MEDAN - Sengketa hukum atas kepemilikan merek sarung tangan ternama “Lobster” kembali memanas. Kartono, pemilik sah merek tersebut, kembali menjalani sidang lanjutan di ruang Cakra 7, Pengadilan Negeri Medan, setelah sebelumnya memenangkan perkara pada 2024.

Sidang yang kali ini menghadirkan saksi ahli Hak Kekayaan Intelektual (HAKI), Dr. Suyud Margono, dipimpin oleh Majelis Hakim yang terdiri dari Ketua Assad Rahim, serta hakim anggota Philip dan Jupida.

Dalam kesaksiannya, Dr. Suyud menegaskan bahwa dalam perkara HAKI, apabila pihak-pihak yang berkepentingan tidak dilibatkan secara lengkap dalam gugatan, maka hasil putusan berpotensi dinyatakan niet ontvankelijke verklaard (gugatan tidak dapat diterima).

"Dalam kasus HAKI, terutama jika menyangkut pihak ketiga atau lembaga yang berwenang seperti DJKI (Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual), maka ketidaklengkapan subjek hukum bisa menyebabkan gugatan batal demi hukum,” ujar Suyud di hadapan majelis, Rabu (25/6/2025).

Ironisnya, pihak penggugat melalui kuasa hukumnya, Salim, kembali melayangkan dua gugatan baru pada April 2025 terhadap Kartono tanpa mencantumkan DJKI sebagai tergugat II. Padahal, DJKI memiliki kedudukan penting dalam sengketa kepemilikan merek, sebagaimana diatur dalam UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, terutama Pasal 83 Ayat (1) hingga (3) yang mengatur soal gugatan pelanggaran hak atas merek.

Dalam sidang tergugat menghadirkan alat bukti sertifikat merek, salinan putusan PN Medan, surat Ingkrah, surat penolakan tetap dari DJKI atas permohonan Penggugat, bukti penolakan dari Web Site DJKI atas nama Herman, dan surat keberatan kepada DJKI atas merek Herman. 

Merespons hal tersebut, Kuasa Hukum Kartono dari Posbakumadin, Irwansyah Rambe, menyebut tindakan penggugat sebagai bentuk dugaan manipulasi hukum yang berbahaya dan bisa merusak tatanan peradilan.

“Ini bukan lagi persoalan biasa. Tindakan ini bisa dikategorikan sebagai upaya sistematis untuk membelokkan hukum dan menciptakan kekacauan dalam sistem peradilan Indonesia. Ini merugikan keadilan dan kepastian hukum,” tegas Irwansyah.

Sebagai catatan, Kartono sebelumnya telah memenangkan gugatan serupa pada tahun 2024, dengan putusan yang menyatakan bahwa gugatan penggugat tidak dapat diterima. Namun, sengketa ini seolah belum berakhir, dengan munculnya gugatan baru yang kembali dipertanyakan dari segi formil dan etis.(chan) 


Baca Juga
Bagikan:
Pengawal.id:
Berita Terkini
Komentar

Terkini